Sabtu, 28 Februari 2009

Jargon Kembali kepada Al-Quran & As-Sunnah

Sudah sering kita mendengar jargon kembali kepada Al-Quran & As-Sunnah. Kata-kata ini diucapkan oleh sebagian ustad-ustad di mesjid, mushalla & pengajian mereka. Begitu pula oleh pengikut-pengikutnya, bila mereka melihat ada sebuah perbuatan ibadah yang menurut mereka tidak ada petunjuk dalam Al-Quran maupun haditsnya.
Saya mencoba mencari jawaban atas jargon yang sering mereka pakai itu. Adakah jargon seperti itu dalam Al-Quran maupun As-Sunnah? Dalam penelitian saya sampai saat ini ternyata tidak ada ajaran dalam Islam, tidak ada dalam Al-Quran, tidak ada hadits yang menyatakan untuk kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Kalau dikembalikan kepada ajaran mereka bahwa perbuatan ibadah yang tidak ada ayatnya di Al-Quran dan Haditsnya berart bid'ah. Dan dalam pemahaman mereka setiap bid'ah adalah sesat. Dan setiap hal yang sesat masuk neraka. Maka jargon kembali kempada Al-Quran dan As-Sunnah adalah perbuatan bid'ah (seperti mereka maksud).
Sabda Nabi yang yang menceritakan tentang Al-Quran & Hadits salah satunya berbunyi "Aku tinggalkan kepada kalian 2 warisan. Bila kalian berpegang kepada keduanya, maka kalian selamat. 2 warisan itu adalah Al-Quran & Sunnahku". Pegang Al-Quran & Sunnah Nabi dengan kuat. Dalam perjalanannya ummat Islam dalam berpegang kepada Al-Quran & Sunnah Nabi Muhammad SAW ternyata mengalami perbedaaan sampai pada perselisihan, pertengkaran dan permusuhan. Bahkan ada yang mengkafirkan. Semua ini ternyata pasti terjadi, sehingga Allah SWT memberinya solusi dalam QS: An-Nisa' (4) : 59 yang berbunyi "Yaa ayyuhal ladziina aamanuu, athii 'ullah wa athii 'ur Rasul, wa ulil amri minkum. Fa in tanaaza'tum fii syain, fa rudduuhu ilallaah war rasul in kuntum mu'minuuna billaahi wal yaumil akhir. Dzaalika khairun wa ahsanu ta' wiilaa". Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan kepada orang-orang yang memegang kekuasaan diantara kamu; lalu jika berselisih tentang sesuatu hal dikalanganmu sendiri, hendaklah kamu mengembalikannya kepada Allah dan Rasul (Nya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir; itu lebih baik dan lebih indah akibatnya dan kesudahannya.
Dalam beberapa terjemahan Al-Quran termasuk dari Departemen Agama, pada arti "hendaklah kamu mengembalikannya kepada Allah" ditambahi tulisan "(Al-Quran)". Dan kalimat "Rasul" ditambahi tulisan "(Sunnahnya)". Tapi pada tulisan Allah & Rasul sebelumnya tidak ada tambahan tulisan. Kalau kita perhatikan itu adalah sebuah cara mengada-ada (bid'ah). Saya pernah bertanya kepada teman yang setuju bahwa mengembalikan kepada Allah berarti mengembalikan kepada Al-Quran, apakah Al-Quran itu Allah? Sehingga kalimat Allah diberi tulisan dalam kurung Al-Quran. Dan As-Sunnah itu Rasul? sehingga kalimat Rasul itu diberi tulisan dalam kurung As-Sunnah/Sunnahnya. Dia menjawab tapi Al-Quran itu kan firman-Nya. Saya jawab tapi Al-Quran kan bukan Allah. Saya sampaikan bila jawabanmu benar, tentu Allah akan berfirman "fa rudduhu ila hadihil Kitab", seperti juga tersebut dalam ayat 2 surat Al-Baqarah.
Perselisihan terjadi karena perbedaan dalam menafsirkan Al-Quran & As-Sunnah, maka tidak mungkin dikembalikan lagi kepada Al-Quran & As-Sunnah. Karena Al-Quran & As-Sunnah tidak bisa memberikan petunjuk. Hanya Allah & Rasul-Nya yang bisa memberikan petunjuk. Mestinya kita harus mencari cara (ilmu) bagaimana bisa mengamalkan Al-Quran itu, yaitu : mengembalikan suatu perselisihan kepada Allah & Rasul-Nya untuk mendapatkan solusinya. Bukannya merubah isi Al-Quran disesuaikan dengan pikirannya, hanya karena kebodohannya (red : tidak mengetahui cara mengembalikannya kepada Allah & Rasul). Apakah hanya karena tidak mengetahui bagaimana mengembalikan perselisihan yang terjadi kepada Allah & Rasul-Nya , lalu bisa seenaknya merubah isi Al-Quran?
Saya ingat cerita tentang isi kitab Taurat yang menyebutkan bahwa akan datang seorang Nabi/Rasul terakhir yang menjadi salah satu derajatnya adalah Penghulu para Nabi & Rasul. Orang-orang Yahudi sangat mengharapkan bahwa Nabi/Rasul terakhir adalah dari golongan mereka. Ketika lahir seorang Nabi/Rasul terakhir dengan tanda-tanda seperti yang disebutkan dalam kitab Taurat, dan itu dari golongan orang Arab (Saudara mereka), mereka tidak suka akan itu. Lalu dengan segala macam cara mereka berusaha untuk membunuh Nabi/Rasul terakhir ini. Mereka ingkari (kafir pada) isi kitab Taurat, hanya karena Nabi/Rasul itu bukan dari golongan mereka.
Tentu kita tidak ingin ingkar kepada Al-Quran seperti yang dilakukan oleh sebagian orang Yahudi ingkar kepada Taurat. Kita harus menjunjung tinggi isi Al-Quran dengan tidak merubah isinya. Bila pemahaman kita tidak sesuai dengan Al-Quran, seharusnya kita merubah pemahaman kita agar sesuai dengan Al-Quran. Jangan sebaliknya isi Al-Quran diubah agar sesuai dengan pemahaman kita. Bila ada yang memaksa merubah isi Al-Quran agar sesuai dengan pemahamannya, berarti dia telah ingkar kepada Al-Quran sebagaimana sebagian orang Yahudi ingkar kepada Taurat.
Dulu pada masa Rasul, bila pertanyaan yang ditanyakan oleh Nabi kepada sahabat-nya tidak bisa dijawab oleh para sahabat, maka mereka (sahabat-sahabat Nabi) akan menjawab "hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui". Jadi mereka serahkan (tawakkal) persoalan itu kepada Allah & Rasul-Nya. Jawaban para sahabat sudah sesuai Al-Quran.
Adakah engkau benar-benar beriman kepada Al-Quran & As-Sunnah, wahai orang-orang yang beragama Islam?

Tidak ada komentar: